Cara Mengetahui Anak Berimajinasi atau Berbohong

Rabu, 4 Juli 2018

Si kecil yang masih balita tiba-tiba bercerita: “Aku kemarin main bola sama Ronaldo, dong!” Atau, “Aku baru dari Jurassic World, terus naik Brontosaurus!” Bukan Moms, itu bukan berbohong, namun berimajinasi. 

 

Kabar baiknya, berimajinasi pada anak usia 2—7 tahun adalah bagian dari perkembangan masa kecil yang sehat. Berimajinasi akan membantu otak anak menumbuhkan koneksi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.  

 

Kita juga dapat memanfaatkan imajinasi si kecil untuk mengembangkan berbagai keterampilannya. Contoh, saat ia berkata bermain bola dengan Ronaldo, Moms bisa bilang, "Wow, seru banget, coba Kakak tunjukkan gimana cara Ronaldo menendang bola!”  

 

Secara tidak langsung, ini akan melatih keterampilan motorik anak, bukan? Atau, untuk anak yang lebih besar, kita bisa memanfaatkan imajinasi anak untuk kreativitasnya, misal dengan memintanya menggambar Brontosaurus yang diceritakannya itu.

 

Apa bedanya dengan berbohong? Memang agak tipis. Saat berbohong, cerita anak memiliki tujuan agar ia keluar dari suatu masalah. Namun, kalau imajinasi tersebut sudah disalahgunakan anak, ini yang tidak boleh Moms abaikan!

 

Misalnya, saat kamar anak berantakan, lalu dia bilang Brontosaurus yang melakukannya, ini bisa dikategorikan berbohong. Atau ketika dia bilang Ronaldo yang membuat lantai ruang tamu kotor saat bermain bola di sana. 

 

Lantas, bagaimana Moms menyikapi anak yang tidak jujur dengan menggunakan imajinasinya seperti itu? Cek langkah-langkah berikut ini, ya.

 

1. Fokus pada perilaku anak yang perlu diubah

Tak perlu bertengkar mengenai teman khayalnya, si Ronaldo atau si Brontosaurus itu, tetaplah fokus pada perilakunya yang perlu diubah dan harapan Moms untuk anak. “Kakak, kan, tahu, sudah menjadi tanggung Kakak untuk membereskan mainan, jadi menyalahkan Brontosaurus tidak akan membuat kakak terhindar dari tanggung jawab Kakak.” Atau, katakan seperti ini, “Coba lihat sepatu bola Kakak yang penuh tanah, ini yang sudah membuat lantai kotor.”

 

2. Beri anak konsekuensi atas perbuatannya 

Contoh, bila ia memang membuat berantakan kamarnya, minta ia membereskannya. Pada kasus anak yang mengotori lantai, biarkan ia mengambil pel dan membersihkan lantai. 

 

3. Hindari langsung berpanjang lebar menceramahinya tentang kejujuran

Penanaman moral ini bisa Moms lakukan di malam hari dengan menceritakan si kecil tentang kisah anak yang jujur. Cara bercerita biasanya lebih efektif ketimbang menasihati, apalagi memarahi anak. Baca juga artikel 5 Langkah yang Bikin Anak Selalu Jujur dan Berani Mengakui Kesalahan ini, ya, Moms.

 

Penulis: Hanny

Editor: Imelda