5 Cara Membentuk Karakter Anak Yang Penuh Kasih Sayang
Kamis, 8 Agustus 2019
Saat masih balita, anak mungkin tampak seperti seorang “tiran” cilik. Mereka senang memukul, menggigit, menjerit, merebut mainan teman, dsb. Perilaku-perilaku ini memang khas balita dan sangat wajar.
Tetapi tidak berarti Ibu harus menunggu sampai masa balita lewat baru mengajarkan konsep kasih sayang kepada anak-anak. Tentu tidak, karena semakin dini konsep kasih sayang ini diperkenalkan, akan semakin baik.
Berikut ini adalah 5 cara membentuk karakter anak yang penuh kasih sayang:
-
Jadilah panutan
Apa yang orang tua lakukan dan katakan akan menjadi panutan bagi anak. Jadi, biarkan anak melihat saat Ibu berbuat kebaikan, seperti mengantar makanan ke tetangga atau sekadar memberi kata-kata hiburan saat teman Ibu sedang bersedih. Jelaskan apa yang Ibu lakukan. Ajak juga anak untuk berbagi, seperti menyumbangkan pakaian yang sudah kekecilan atau buku yang sudah tidak terpakai untuk orang-orang yang membutuhkan.
-
Ajak bermain peran
Saat bermain peran, balita akan berpura-pura menjadi orang lain (bahkan terkadang menjadi binatang, peri baik hati, dll). Mereka juga harus membayangkan bagaimana sosok itu bertindak, berpikir, merasakan, dan merespons orang lain. Di sinilah mereka akan belajar tentang empati dan kasih sayang.
-
Latih untuk berempati
Anak bisa dilatih untuk merasakan kesedihan orang lain. Ajukan pertanyaan seperti, "Bagaimana menurut Adek perasaan Adrian ketika dia jatuh?” Atau ketika anak tertawa melihat seseorang yang celananya robek, Ibu bisa berkata, "Kasihan Om itu kelihatan sedih. Dia bingung harus cari celana ganti.”
-
Merawat hewan peliharaan
Hewan peliharaan dapat menjadi ajang pembelajaran kasih sayang yang efektif. Hewan membutuhkan perhatian, makanan, dan cinta, tetapi mereka tidak dapat memintanya dengan kata-kata. Jadi anak-anak akan belajar memahami mereka. Membelai saat kucing atau anjingnya ingin dimanja atau memberi makan ketika hewan peliharaannya tampak lapar.
-
Latih anak membayangkan sudut pandang orang lain.
Saat berkendara dan ada supir yang tampak marah-marah, misalnya, Ibu bisa berkata “waduh, Bapak itu pasti lagi buru-buru.” Ini mengajari anak bahwa ketika seseorang bersikap kasar, kita tidak harus bersikap kasar dalam menanggapi.
Penulis: Hanny
Editor: admin